Laporan Praktikum Mikrobiologi Hasil Pertanian




KUNJUNGAN INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
(Laporan Mikrobiologi Hasil Pertanian)
Oleh
Kelompok IV
1.      Fanya Alfacia A.         1314071022
2.      Fatkhul Rohman          1314071023
3.      Fenny Fatmala            1314071024
4.      Fery Yanto                  1314071025
5.      Galih Pratama             1314071026
6.      Haposan Simorangkir  1314071027






LABORATORIUM MIKROBIOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014






KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan Kunjungan Industri di Daerah Gunung Sula, Kedaton, Bandar lampung ini dapat terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan penyusunan Laporan Kunjungan Industri ini adalah untuk memenuhi tugas dalam pratikum kami dalam mata kuliah Mikrobiologi Hasil Pertanian.

Adapun penyusunan Laporan Kunjungan Industri ini berdasarkan data-data yang diperoleh selama melakukan Kunjungan Industri dan berbagai literatur. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kunjungan Industri ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen dan Kakak-kakak asisiten dosen yang sudah membimbing dan membantu kami.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kunjungan industri masih banyak kekurangan. Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini.
                                                                                    Bandar Lampung, 13 Juni 2014
                                                                                               
penulis



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
I.               PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan ....................................................................................................... 4
II.            TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................            5
III.          METODE PENELITIAN.................................................................................            8
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 8
3.2. Alat dan Bahan..........................................................................................            8
3.3. Diagram Alir.............................................................................................. 9
IV.          HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................           10
4.1. Hasil Pengamatan...................................................................................... 10
4.2. Pembahasan............................................................................................... 12
  V.          KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................           17
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 17
5.2. Saran ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................            18
LAMPIRAN...............................................................................................................            19






I.     PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengolahan bahan pangan semakin berkembang. Banyak bahan hasil pertanian yang diolah menjadi produk-produk yang lebih bervariasi seperti pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, kecap dan oncom. Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-19.
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.
Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa - Belanda Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitukojikedelaiyang difermentasikan menggunakan kapangAspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap bijikedelaiatau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jeniskapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zatbesi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkaninfeksidanantioksidanpencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miseliakapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponenkedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesiajuga sekarang berusaha mengembangkangalur (strain) unggulRhizopusuntuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang memerlukanlisensidari pemegang hak paten.
Tempe merupakan salah satu makanan yang sering di konsumsi oleh masyarakat. Tempe merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang ilmu yang vital dan berhubungan dengan tekhnologi pertanian. Metode ini sebenarnya telah di lakukan sejak jaman dahulu, tetapi hal ini belum disadari  oleh masyarakat umum.Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, mencegah anemia, menghambat penuaan, serta mampu menghambat resiko jantung koroner, penyakit gula, dan kanker. Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. proses fermentasi memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe yang dibuat dari kedelai  Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan   non alkoholik.  Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu  RhizopusoryzaeRhizopusoligosporus,dan Rhizopus arrhizus(Muchtadi,1989).

I.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kunjungan industri pembuatan tempe ini adalah agar mahasiswa mampu menganalisis dan memahami bagaimana proses pembuatan tempe.

















II.                TINJAUAN PUSTAKA


Tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril) merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 MS. Kedelai jenis liar Glycine unuriencis merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glysine max (L) Merril) yang berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara) ( Suhartono, dkk, 2008 ).Hingga saat ini kedelai masih merupakan bahan utama untuk pembuatan tempe. Meskipun belum sepopuler tempe dengan bahan dasar kedelai, salah satu ragam tempe yang ada di Indonesia adalah tempe kecipir yang mulai dikenal di Indonesia pada awal tahun 1980-an. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007).
Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1980).
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 1982).Pada awalnya tempe hanya terkenal di pulau Jawa dan merupakan makanan yang biasa dimakan dan dihidangkan setiap hari. Seiring dengan berjalannya waktu, tempe tidak hanya dikenal dipulau Jawa, melainkan hampir seluruh pelosok Indonesia dan biasa disebut sebagai makanan Nasional (Winarno, 1980).
Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).
Selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, tempe tela, dan lain-lain(Hidayat, 2008).

















III.             METODE PENELITIAN


3.1   Waktu dan Tempat

Kunjungan industri pembuatan tempe dilakukan pada hari Minggu,  08 Juni 2014 pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai, di industri pembuatan tempe yang bertempat di daerah Gunung sulah, BandarLampung, Lampung.

3.2  Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan tempe adalah tong-tong besar, panci  besar untuk merebus tempe , kerik, plastik, alat pelubang plastik, alat perekat plastik, spatula besar, karpet/terpal, baskom besar, sendok
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan tempe adalah kedelai, ragi (beras dan jamur tempe), dan air.



3.3  Diagram Alir

Prosedur yang di lakukan dalam proses pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
kedelai di rendam di dalam baskom besar 2-3 jam
Kedelai ditiriskan kemudian di taburi ragi
Plastik yang sudah berisi kedelai di susun ke dalam kerik
Setelah di ungkap 1 hari tempe yang sudah jadi siap di jual
Plastik di lubangi terlebih dahulu sebelum kedelai di masukan
Plastik yang sudah berisi kedelai kemudian di keratkan
Kerik disusun dengan rapi lalu di ungkep dengan karpet/terpal  1 hari
Kedelai yang sudah di taburi ragi di masukan ke dalam plastik
Di rendam lagi seharian dan di cuci lagi hingga bersih
Setelah di rendam kemudian di cuci bersih dan di rebus selama 1 Jam
 






















IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil Pengamatan
No
Gambar

Keterangan
1
Proses perendaman kedelai dilakukan selama 2 hingga 3 jam, setelah itu dicuci bersih dan direbus Selama 1 jam, kemudian kacang kedelai yang sudah direbus direndam kembali selama 1 hari.

Perebusan kedelai dilakukan selama 1 jam.

Poses pemberian ragi pada kedelai.

Proses pengemasan tempe dilakukan secara manual oleh 7 orang pekerja dengan alat yang masih sederhana.
2
Proses pembuatan lubang pada bungkus tempe agar kacang kedelai dan ragi tempe dapat terfermentasi dengan baik.
3
Kacang kedelai yang sudah diberi ragi dan dibungkus menggunakan palstik yang sudah di lubangi terlebih dahulu.
4
Tempe yang sudah dikemas kemudian di ungkap atau didiamkan selama 1 hari.


4.2 Pembahasan
.
Proses dari pembuatan tempe dilakukan selama 2-3 hari, pertama kacang kedelai direndam selama 2-3 jam, setelah itu dicuci bersih dan direbus Selama 1 jam, kemudian kacang kedelai yang sudah direbus direndam kembali selama 1 hari, setelah itu dicuci bersih kemudian ditiriskan, setelah kedelai benar-benar tiris ditambahkan ragi tempe, kemudian kedelai yang sudah diberi ragi di ungkap selama 1 hari dan terakhir dilakukan pengemasan. Pengemasan dilakukan pada plastik yang telah diberi lubang-lubang kecil yang berguna untuk penyerapan cahaya matahari dan udara pada saat proses fermentasi. Fermentasi merupakan tahapan terpenting dalam pembuatan tempe.  Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasiterjadi proses penguraian karbohidrat,lemak,protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimanfaatkan tubuh. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilotik, lipolilitik, dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Pada proses pembuatan tempe sedikitnya terdapat empat genus rhizopus yang akan digunakan. Rhizopus Oligosporus merupakan genus utama kemudian rhizhopus oryzae merupakan genus lainnya pada pembuatan tempe.
Ada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman. Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan menjadi tiga fase yaitu:
1.      Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi)\
      Terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas , penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat,terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat sehingga menunjukan masa yang lebih kompak.
2.      Fase transisi ( 30-50 jam fermentasi)
Merupakan fase optimal fermentasi  tempe dimana tempe siap dipasarkan pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hamper tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
3.      Fase pembusukan  atau fermentasi lanjutan ( 50-90 jam fermentasi )
Terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk ammonia (Hidayat, 2008).
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64%. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempeadalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam. Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Hidayat, 2008)
Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk (Sarwono, 1982)
Industri  tempe ini sudah berdiri pada puluhan tahun yang lalu tepatnya pabrik ini didirikan oleh bapak Mantri sekitar tahun 1985, dan sekarang sudah memiliki 8 pekerja yaitu seorang pria yang melakukan semua proses pengolahan tempe dan 7 orang wanita yang melakukan proses pengemasan. Industri tempe ini terletak di daerah Gunung Sulah Kedaton Bandar Lampung.Industri pabrik tempe ini bisa memproduksi 650 buah tempe per hari dan menghabiskan 300 kg kacang kedelai per hari.
Ragi yang digunakan pada industri ini adalah ragi tempe bermerk Raprima dengan komposisi beras dan jamur tempe. Untuk 8 karung kedelai digunakan 3-5 sendok ragi tempe. Kondisi suhu dan kelembaban juga berpengaruh pada saat fermentasi.  Jika musim hujan pertumbuhan jamur atau kapang akan berlangsung lambat, sementara jika cuaca panas atau kemarau maka pertumbuhan jamur akan belangsung sangat pesat. Faktor yang membuat tempe menjadi cepat busuk adalah pencucian kedelai yang kurang bersih dan kadar air yang tinggi pada kedelai.
Proses pengemasan pada industri tempe ini dilakukan secara manual dan menggunakan alat yang sederhana yang dilakukan oleh 7 orang pekerja yang terdiri dari ibu rumah tangga yang tinggal di daerah sekitar industri tempe tersebut. Kedelai yang sudah di beri ragi dimasukkan kedalam kantong plastik yang sudah di lubangi, kemudian setelah penuh plasstik di bakar ujungnya agar plastik dapat  tertutup dan rata. Di tempat industri tempe ini dalam sehari dapat memproduksi sekitar 650 buah tempe dengan menghabiskan 300 kg kedelai dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam. Hasil fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus oryzae atau Rh. Microsporus.  Produk fermentasi menguntungkan karena dekomposisi kedelai oleh kapang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang lebih mudah diserap tubuh. Oleh sebab itu nilai gizi tempe lebih tinggi dari kedelai (Sarwono, 1982)














V.                KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari kunjungan industri adalah sebagai berikut:
1.      Kondisi suhu dan kelembaban berpengaruh pada saat fermentasi kedelai menjadi tempe.
2.      Faktor yang membuat tempe menjadi cepat busuk yaitu pencucian kedelai yang kurang bersih dan kadar air yang tinggi pada kedelai.
3.      Industri  tempe ini sudah berdiri pada puluhan tahun yang lalu tepatnya pabrik ini didirikan oleh bapak Mantri sekitar tahun 1985.
4.      Pengemasan dilakukan pada plastik yang telah diberi lubang-lubang kecil yang berguna untuk penyerapan cahaya matahari dan udara pada saat proses fermentasi.
5.      Di tempat industri tempe ini dalam sehari dapat memproduksi sekitar 650 buah tempe dengan menghabiskan 300 kg kedelai dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

5.2 Saran
Adapun saran yang diajukan oleh penulis adalah hendaknya terus meningkatkan kualitas produk mulai dari lebih memperhatikan kebersihan lingkungan usaha dan menambah peralatan yang diperlukan serta memperluas pasar sehingga industri tempe tersebut semakin diminati banyak konsumen.



DAFTAR PUSTAKA


Astawan, M. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. PT. Tiga Serangkai. Surakarta.
Buckle. 2007. Mikrobiologi Terapan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hidayat. 2008.Fermentasi Tempe (Materi Kuliah Mikrobiologi Industri). http://ptp2008.files.wordpress.com/2008/03/fermentasi-tempe.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 20.15 WIB.
Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. UGM. Yogyakarta.
Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. IPB. Bogor.
Sarwono, B.1982.Laru atau Ragi Tempe.Penebar Swadaya. Jakarta.
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. Gramedia. Jakarta.






LAMPIRAN


Kelompok IV
Pemberian bingkisan                                          foto dengan pekerja

Prosese Pembuatan Tempe

Perendaman kedelai                               perebusan kedelai

Pemberian ragi                                        pemberian lubang udara
Pengemasan kedelai





Didiamkan selama 1 hari

Comments

Popular posts from this blog

ALAT PENGOLAHAN TANAH SEKUNDER (GARU PIRING)

PENDIDIKAN ORANG DEWASA